Pembelajaran Matematika dengan
Pendekatan
Matematika Realistik (PMR)
- Pengertian Pendekatan Matematika Realistik (PMR)
PMR awalnya dikembangkan di Negeri Belanda. Pendekatan
ini didasarkan pada konsep Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika
merupakan aktivitas manusia. Dengan ide utamanya adalah bahwa siswa harus
diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep
matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Usaha untuk
membangun kembali ide dan konsep matematika tersebut melalui penjelajahan
berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam pengertian
bahwa tidak hanya situasi yang ada di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah
yang dapat mereka bayangkan (Heuvel, 1998).
Dan saat ini pembelajaran
masih didominasi oleh guru, siswa kurang dilibatkan sehingga terkesan monoton
dan timbul kejenuhan pada siswa. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah
suatu teori dalam pendidikan matematika yang dikembangkan pertama kali di
negeri Belanda pada tahun 1970 oleh Institut
Freudenthal.
Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah
yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai
titik awal pembelajaran (Gravemeijer: 1994).
- Karakteristik Perkembangan
Matematika Realistik
Dalam
PMR, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), sehingga
memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung dan siswa
akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep
matematika ke bidang baru dari dunia nyata.
a. Menggunakan
model-model (matematisasi)
Menggunakan model artinya permasalahan atau ide
dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi
nyata maupun model yang mengarah ke abstrak
( De Lange : 1987).
Istilah model
berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh
siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models
merupakan jembatan bagi siswa dari situasi abstrak atau dari matematika
informal ke matematika formal.
b. Menggunakan produksi dan konstruksi (kontribusi siswa )
Menggunakan konstribusi siwa artinya pemecahkan
masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa. (Streffland : 1991).
Dalam
hal ini, menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong
untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses
belajar. Strategi–strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan
masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam mengembangkan pembelajaran
lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
c. Menggunakan interaktif
Menggunakan Interaktif artinya aktifitas proses pembelajaran dibangun oleh
interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya
(Waraskamdi : 2007).
Interaksi
antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Secara
eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negoisasi, penjelasan,
pembenaran, setuju, tidak setuju, pernyataan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk
formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
d. Menggunakan
keterkaitan (intertwinment)
Menggunakan
Intertwin artinya topic-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dpat
memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak (Waraskamdi : 2007).
Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam
pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang lain, maka akan
berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya
diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks
tidak hanya aritmatika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.
- Langkah – Langkah
Pembelajaran
Langkah-langkah
di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah
(soal) kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami
masalah tersebut. Pada tahap ini“karakteristik pembelajaran matematika
realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah menggunakan masalah
kontekstual yang diangkat sebagai starting point dalam pembelajaran untuk
menuju ke matematika formal sampai ke pembentukan konsep.
2.
Menjelaskan masalah kontekstual
Jika situasi
siswa macet dalam menyelesaikan masalah, maka guru menjelaskan situasi dan
kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran
seperlunya (bersifat terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang belum
dipahami oleh siswa, penjelasan hanya sampai siswa mengerti maksud soal.
Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami
kesulitan memahami masalah kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan
bantuan dengan memberi petunjuk atau pertanyaan seperlunya yang dapat
mengarahkan siswa untuk memahami masalah. (Gravemeijer:1994).
Yang tergolong dalam langkah ini adanya interaksi
antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.
3.
Menyelesaikan masalah kontekstual
Pada tahap ini siswa didorong
menyelesaikan masalah kontekstual secara individu berdasar kemampuannya dengan
memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah disediakan (Gravemeijer:1994). Siswa secara
individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara
pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan
lembaran kerja, siswa mengerjakan soal dalam tingkat kesulitan yang berbeda.
Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara sendiri berupa
pemberian petunjuk atau pertanyaan seperti, bagaimana kamu tahu itu , bagaimana
mendapatkannya, mengapa kamu berpikir demikian, dan lain-lain berupa saran.
Pada
tahap ini, beberapa dari ‘prinsip’ pembelajaran matematika realistik akan
muncul dalam langkah ini misalnya prinsip self developed models. Sedangkan
pada karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam
langkah ini adalah kedua yaitu menggunakan model.
4.
Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru
menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban secara berkelompok, untuk selanjutnya dibandingkan
(memeriksa, memperbaiki) dan didiskusikan di dalam kelas. Sementara di tahap
ini sebagai ajang melatih siswa mengeluarkan ide dari kontribusi siswa di dalam
berinteraksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan
sarana prasarana untuk mengoptimalkan pembelajaran.
Karakteristik pembelajaran matematika
realistic yang muncul pada tahap ini adalah interaktif dan menggunakan
kontribusi siswa. Interaksi dapat terjadi antara siswa dengan siswa juga antara
guru dengan siswa (Gravemeijer:1994).
D.
Konsepsi Siswa Dalam PMR
Pendekatan matematika realistik mempunyai
konsepsi tentang siswa sebagai berikut :
1.
Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi
belajar selanjutnya.
2.
Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk
dirinya sendiri.
3.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi
penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan
4.
Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya berasal dari
seperangkat ragam pengalaman.
5.
siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu memahami dan
mengerjakan matematika.
E. Peran
Guru
PMR mempunyai konsepsi tentang guru sebagai
berikut:
1.
Guru
hanya sebagai fasilitator belajar
2.
Guru
harus mampu membangun pengajaran yang interaktif
3.
Guru
harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada
proses belajar dirinya, dan secara aktif
membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil
4.
Guru
tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif
mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun sosial. (Masbied,2010)
F. Konsepsi
tentang Pengajaran
Pengajaran matematika dengan
pendekatan PMR meliputi aspek-aspek berikut:
1. Memulai pelajaran dengan mengajukan
masalah (soal) yang “riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat
pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna;
2. Permasalahan yang diberikan tentu harus
diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut;
3. Siswa mengembangkan atau menciptakan
model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan;
4. Pengajaran berlangsung secara
interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang
diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban
temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang
lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau
terhadap hasil belajar. (De Lange, 1995)
No comments:
Post a Comment